Gugatan bos beras Ating Saepudin ke PN Pandeglang semakin memanas. Anggota DPRD Banten

 Daerah, News, Politik

Pandeglang kab, matapost

Gugatan bos beras Ating Saepudin ke PN Pandeglang semakin memanas. Anggota DPRD Banten yang juga merupakan mantan istri sirinya, Ida Hamidah membantah punya utang Rp 1,7 miliar yang disebut sebagai biaya kampanyenya di Pileg 2019 silam.

Saat dikonfirmasi, Ida menyebut gugatan mantan suami sirinya itu mengada-ngada. Pasalnya, uang tersebut memang berasal dari Ating dan dia gunakan untuk biaya kampanye pileg karena statusnya saat itu merupakan istri dari bos beras tersebut.

“Memang ada seorang istri ketika bercerai biaya hidupnya harus diganti terus dikembalikan ke suami? Kan lucu. Saya ini statusnya waktu itu istrinya loh, bukan tetangganya,” kata Ida saat berbincang dengan detikcom saat dikonfirmasi di Pandeglang, Banten, belum lama ini.

Ida menegaskan, urusan piutang yang jadi gugatan ke pengadilan itu merupakan keinginan Ating sendiri. Dia tak pernah merasa bersepakat dengan bos beras asal Pandeglang ini karena memang uang yang diitung menjadi utang itu merupakan haknya selama menjadi istri sang bos beras tersebut.

“Itu maunya dia, dia yang minta dan dia sendiri yang mempermasalahkan. Saya sendiri tidak merasa punya utang, tapi buntutnya kan bisa dilihat setelah saya bercerai. Saya enggak merasa punya utang dan punya perjanjian sama dia,” ungkapnya.

“Kasarnya begini, lu boleh pergi tapi lu harus bayar uang dulu ke gua, kan lucu yah. Kecuali saya sebelum nikah sama dia ada perjanjian dulu. Kalau lu hidup ama gua, berapapun yang lu abisin itu jadi utang yah. Ya saya milih enggak jadi dong nikah sama laki-laki seperti itu,” tambahnya.

Terkait uang Rp1,7 miliar, Ida pun berani blak-blakan membuka tuduhan tersebut. Dia menegaskan, selama ini hanya menghabiskan biaya kampanye paling banyak Rp 1,3 miliar hingga Rp 1,5 miliar untuk kebutuhan kunjungan ke beberapa konsituen dan membeli alat peraga kampanye.

“Jadi kalau dia hitungnya jadi Rp 1,7 miliar, itu tuh sebenarnya sama kebutuhan kampanye anaknya juga yang nyalon dewan. Tapi waktu itu anaknya enggak lolos, ya berarti bukan salah saya dong,” ujarnya.

Ida pun mengaku sudah mengganti uang sang mantan yang dia gunakan untuk biaya kampanyenya Rp 1,3 miliar. Uang itu pun dia dapatkan dari pinjaman ke bank atas desakan mantan suami sirinya supaya menggadaikan SK keanggotaan DPRD.

“Begitu saya dilantik, dia minta pinjaman SK dewan itu dicairkan. Maksimalnya kan Rp 1 miliar, itu diambil sama dia semua uangnya. Terus, honor kunker saya selama jadi anggota dewan pas jadi istrinya juga diambil sama dia, totalnya nyampe Rp 300 juta.

Itu enggak saya ambil karena wajib disetorkan dan dicatat sama karyawan mantan suami saya di kantornya,” terangnya.

“Kan semuanya jadi Rp 1,3 miliar tuh, yasudah apalagi. Persoalan ada biaya lagi yang dia hitung, anggap aja itu sebagai biaya pileg bareng anaknya. Kan anaknya juga nyalon waktu itu, cuma enggak lolos,” tuturnya.

Perempuan yang kini menjabat Sekretaris Komisi I DPRD Banten menganggap gugatan mantan suaminya itu tidak mendasar. Selain tidak adanya bukti hitam di atas putih, masalah itu pun dulunya merupakan urusan rumah tangga dan bukan merupakan persoalan bisnis. Ida pun mengaku santai-santai saja menghadapi gugatannya di PN Pandeglang.

“Sekarang gini saja, masa iya apa yang sudah diberikan oleh seorang suami kepada istri kemudian diminta kembali sebagai hutang karena sudah bercerai. Jujur, bukan saja saya dituduh punya utang Rp 1,7 miliar, mobil pribadi saya juga disita, rumah tidak ada, sertifikat tanah diambil, semua diambil oleh dia. Saya waktu itu keluar rumah tidak bawa apa-apa, tapi kini ditagih hutang Rp 1,7 miliar,” ucapnya.

“Makanya, saya sih santai saja. Dia enggak punya fakta hukumnya yang kuat. Kita lihat saja prosesnya seperti apa, biar waktu yang membuktikan siapa yang benar,” pungkasnya. (henry/netty/mp/detik)

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan